Manfaat Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Liputan6.com, Jakarta Para peneliti sudah banyak yang mengemukakan manfaat
dari puasa Ramadan. Secara fisik, puasa Ramadan
bermanfaat sebagai detoksifikasi bagi 11 bulan sebelumnya. Puasa pun juga baik
bagi kesehatan mental.
Dilansir dari www.nu.or.id, Imam
Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami mengatakan paling tidak ada tujuh
faedah puasa di bulan Ramadan yang satu sama lainnya saling
terkait. Faedah yang dibicarakan di sini adalah soal “pembangunan diri”, baik
dari sisi agama (pahala) maupun individu. Ketujuh faedah tersebut adalah:
1. Meninggikan
Derajat
Pandangannya ini
didasari oleh beberapa hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah
satunya yang mengatakan:
إِذَا جَاءَ
رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ
“Ketika Ramadan
tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun
dibelenggu.” (HR Imam Muslim)
Hal ini berarti
umat Islam diimbau untuk memperbanyak ketaatan selama bulan Ramadan dan
bulan-bulan setelahnya. Dibukanya pintu surga merupakan dorongan untuk
memperbanyak ibadah. Apa artinya pintu yang terbuka tanpa ada seorang pun yang
berkeinginan untuk memasukinya.
Ditutupnya pintu
neraka dan setan-setan dibelenggu mengandung arti dan anjuran untuk
mensedikitkan maksiat dan mewaspadai bisikan setan. Manusia memang tidak
mungkin sempurna dalam menghindari kesalahan. Namun, baik buruknya orang yang
berpuasa murni tergantung pada dirinya sendiri. Karena itu, akan sangat tidak
etis jika manusia dengan berbagai peluang kemuliaan derajat yang diberikan
Allah di bulan Ramadan ini masih enggan berbuat baik dan malah berbuat jahat.
Dihapuskan dosa
Ilustrasi/copyright Rahayuningsih /
Shutterstock.com
2. Penghapus Kesalahan/Dosa
Dasar dari faedah
yang kedua ini adalah hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang
mengatakan:
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala,
maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (H.R. Imam Bukhari dan Imam
Muslim)
Hal ini
menandakan bahwa manusia diperbolehkan mengharapkan pahala serta merendahkan
diri memohon upah/pahala dari Tuhannya. Meminta imbalan (pamrih) kepada Allah
merupakan bentuk penyerahan diri, pernyataan keimanan, dan menyatakan kelemahan
di hadapan-Nya. Berbeda halnya dengan pamrih antar sesama manusia yang
seakan-akan menunjukkan ketidaktulusan. Di samping itu, manusia memiliki
masalahnya sendiri-sendiri, sekuat dan setegar apa pun dia, sekaya dan semampu
apa pun dia, manusia tidak mungkin lepas dari persoalan hidup, sehingga meminta
imbalan kepada mereka, sama saja dengan menambahi beban hidup mereka.
3.
Memalingkan/Mengalahkan Syahwat
Faedah puasa
berikut ini didasari oleh hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
mengatakan:
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِنَّهُ أَغَضُّ
لِلْبَصَرِ, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ, فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para
pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya
menikah lebih bisa menundukan pandangan dan lebih mudah menjaga kemaluan.
Barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu
adalah penekan syahwatnya.” (HR Imam Ahmad dan Imam Bukhari)
Hadis di atas
yang membuat Imam Izzuddin al-Sulami berpendapat bahwa lapar dan haus dapat
mengalahkan atau memalingkan syahwat. Beliau mengatakan:
فإنّ الجوع والظمأ
يكسران شهوات المعاصي
“Sesungguhnya
lapar dan haus dapat mengalahkan syahwat bermaksiat.”
Perlu dipahami
sebelumnya, bahwa lapar dan haus di sini bukan kelaparan dan kehausan yang
disebabkan oleh keadaan yang sering menimbulkan problem sosial seperti
pencurian, perampokan, dan lain sebagainya. Lapar dan haus di sini adalah
puasa, yaitu lapar dan haus yang disengaja dan didasari oleh niat ibadah. Niat
ibadah inilah yang membuat lapar dan haus memiliki arti, yaitu menjadi ajang
melatih diri, mengendalikan hawa nafsu dan meminimalisasi syahwat bermaksiat.
Memperbanyak Sedekah
Ilustrasi/copyright shutterstock.com
4. Memperbanyak Sedekah
Dalam pandangan
Imam Izzuddin al-Sulami, puasa dapat membuat manusia memperbanyak sedekah.
Beliau mengatakan:
لأنّ الصّائم إذا
جاع تذكّر مَا عنده من الجوع فحثّه ذلك علي إطعام الجائع
“Karena
sesungguhnya orang berpuasa ketika dia merasakan lapar, dia mengingat rasa
lapar itu. Hal itulah yang memberikan dorongan kepadanya untuk memberi makan
pada orang yang lapar.”
Merasakan
penderitaan bisa mengarahkan manusia pada dua hal, menjadi egois dan menjadi
dermawan. Menjadi egois karena dia ingin memiliki semuanya sendiri agar tidak
merasakan penderitaan itu lagi. Menjadi dermawan karena dia pernah merasakan
susahnya menderita sehingga ketika melihat orang lain menderita, dia ikut
merasakannya. Dalam hal ini, puasa merupakan sarana pelebur kemungkinan pertama
(menjadi egois). Orang yang berpuasa telah menyengajakan dirinya untuk melalui
peleburan tersebut, dan melatih dirinya sendiri untuk menjadi lebih perasa.
5.
Memperbanyak/Menyempurnakan Ketaatan
Imam Izzuddin bin
Abdissalam al-Sulami memandang bahwa orang yang berpuasa mengingatkan mereka
pada lapar dan hausnya ahli neraka. Beliau mengatakan:
لأنّه تذكّر جوع
أهل النار والظمأهم فحثّه ذلك علي تكثير الطاعات لينجو بها من النّار
“Karena puasa
mengingatkan kelaparan dan hausnya ahli neraka. Hal itulah yang mendorong orang
berpuasa memperbanyak ketaatan kepada Allah agar terselamatkan dari api
neraka.”
Di sinilah
pentingnya pengetahuan, karena pengetahuan bisa membuat manusia memperbaharui
atau mengarahkan niat ibadahnya. Perkataan Imam Izuddin al-Sulami di atas,
belum tentu terpikirkan oleh orang yang menjalankan ibadah puasa, tapi dengan
membaca perkataannya, manusia bisa memahami kelaparan dan kehausan puasa dari
sudut pandang lain, yaitu mengingatkan mereka pada kelaparan dan kehausan ahli
neraka, sehingga mendorong mereka memperbanyakan ketaatan mereka kepada Allah
agar tidak sampai mengalami kejadian itu selama-lamanya di neraka.
Menyadari kenikmatan yang diberikan Allah
Yuk, intip 5 menu buka puasa yang
mampu mengembalikan kebugaran tubuh ini!
6. Bersyukur Mengetahui Kenikmatan
Tersembunyi
Manusia sering
lalai atas nikmat Tuhan yang mengelilinginya sehari-hari seperti udara, nafas,
gerak dan lain sebagainya. Menurut Imam Izzuddin al-Sulami, puasa dapat
mengembalikan ingatan itu dan membuat mereka mensyukurinya. Beliau berkata:
إذا صام عرف نعمة
الله عليه في الشِّبَع والرِّيّ فشكرها لذلك, فإنّ النِّعَم لا يُعرف مقدارُها
إلّا بفقدها
“Ketika berpuasa,
manusa menjadi tahu nikmat Allah kepadanya berupa kenyang dan terpenuhinya rasa
haus. Karena itu mereka bersyukur. Sebab, kenikmatan tidak diketahui
kadar/nilainya tanpa melalui hilangnya rasa nikmat itu (terlebih dahulu).”
Kelalaian akan
segala nikmat Allah harus diuji agar kembali dikenali. Ujian itu bisa
dihadirkan “tanpa disengaja” dan “dengan disengaja”. Misalnya berpuasa,
sehingga pelakunya semakin mengenali nikmatnya kenyang dan hilangnya rasa haus.
7. Mencegah
Keinginan Bermaksiat dan Berlawanan
Dalam pandangan
Imam Izzuddin, orang yang kenyang memiliki kecenderungan lebih untuk
bermaksiat. Namun, di saat lapar dan haus, fokusnya lebih pada mencari makanan
dan minuman, sehingga mengurangi keinginannya berbuat jahat. Namun, sekali lagi
perlu diingat, lapar dan haus di sini adalah puasa, bukan kelaparan yang
disebabkan oleh keadaan tertentu. Puasa merupakan ibadah yang memiliki cakupan
waktu yang cukup panjang, dari mulai fajar hingga terbenamnya matahari. Dengan
demikian, puasa bisa menjadi pencegah efektif untuk manusia dari melakukan
perbuatan jahat.
Ketika dia hendak
melakukan sesuatu, dia teringat bahwa dirinya sedang berpuasa, atau puasanya
telah mengingatkan dirinya agar tidak melakukannya. Jika dia tetap melakukannya,
dia telah menghilangkan keberkahan puasanya sekaligus melanggar janjinya kepada
Tuhan setelah mengikrarkan niatnya untuk berpuasa.
Penulis: Muhammad
Afiq Zahara.
Komentar
Posting Komentar